December 18, 2017

Dari Prancis Ke Jogja Demi Sate Klathak Pak Bari Yang Melegenda

                   

                   Puluhan tusuk sate berderet di atas panggangan panjang. Potongan daging kambing kecil-kecil yang ditusuk jeruji besi, aroma asapnya  seolah mengintimidasi orang-orang di sekitarnya saat panas bara api  membakar permukaan daging. Seorang laki-laki terlihat sangat cekatan menata dan sesekali membolak-balik tusuk sate supaya matang merata. Dialah Pak Bari, generasi ke tiga penerus usaha kuliner sate ini.

                Jauh-jauh kami datang dari Perancis, meninggalkan musim panas yang sedang memulai hangatnya. Hasrat rindu akan kampung halaman telah mengalahkan semarak musim panas di Negara Benua Eropa itu. Bayangkan, berbulan-bulan lamanya kami merasakan hawa dingin hingga dibawah 0° Celcius. Dan ini adalah kali pertama kami pulang kampung setelah setahun lamanya tinggal di sana.
                Jauh dari kampung halaman pasti membuat kita rindu akan banyak hal, salah satunya makanan. Kebetulan saya dan istri memang suka mencoba tempat kuliner baru. Sate klathak Pak Bari ini menantang kami untuk mencobanya. Segera, setiba kami di Jogja, sate klathak inilah yang menjadi destinasi kuliner pertama kami.
                Lokasinya agak jauh dari tempat tinggal kami di Sleman, sekitar 21 kilometer arah ke selatan. Tepatnya di Pasar Wonokromo, Imogiri, Bantul. Uniknya tempat kuliner sate klathak ini menempati area sebuah pasar yang pada pagi harinya digunakan untuk berjualan suku cadang sepeda motor. Oleh karena itu juga jam bukannya malam hari, mulai dari jam 7 malam.
                Karena jarak yang lumayan jauh, mertua saya meminjamkan satu-satunya kendaraan miliknya yaitu Daihatsu Ayla. Si putih imut ini saya pacu menjauhi pusat kota demi mencicipi sate klathak di pinggiran kota Jogjakarta yang melegenda. Ukuran body yang kecil sangat pas ditunggangi kami yang hanya berdua kala itu. Lajunya juga gesit, sangat cocok untuk melaju di jalan pinggiran kota yang tidak terlalu lebar.
                Setiba di sana, nampak beberapa pengunjung sudah menempati meja-meja. Padahal warung satenya belum buka. Konon warung sate ini semakin ramai setelah muncul dalam sebuah scene film AADC 2 yang dibintangi oleh Dian Sastro sebagai Cinta dan Nicholas Saputra sebagai Rangga. Kemunculannya dalam scene film tersebut membuat warung sate ini semakin banyak dikunjungi wisatawan dari dalam dan luar Kota Jogja. Deretan mobil bahkan hingga bus wisata katanya merupakan pemandangan sehari-hari. Bayangkan saja, 50 kg daging yang biasanya baru habis dini hari, sekarang dapat ludes sebelum pukul 10 malam saja. Tiga jam saja dan kita nggak bakal kabagian.
                Jangan kaget jika anda mendapati seporsi sate klathak yang anda pesan hanya berisi 2 tusuk saja. Awalnya saya mengira itu adalah sebuah kesalahan, ternyata memang jumlah tusuk dalam satu porsi cuma dua. Cukup? Tentu saja kurang hehehe. Harga untuk seporsi sate klathak beserta nasi adalah 20 ribu Rupiah. Oh ya, selain menu sate klathak ada pula gulai dan nasi goreng kambing.
                Soal rasa, sate klathak ini tiada duanya. Cara memasaknya yang unik dengan bumbu berupa garam saja, membuat sate ini memiliki cita rasa tersendiri. Kalau tidak mencobanya sendiri anda tidak akan percaya.
                Menurut cerita, generasi pertama yang berjualan sate ini sudah ada bahkan sebelum Indonesia merdeka. Namun penggunaan nama Sate Klathak baru ada ketika Pak Bari mulai berjualan. Tidak sia-sia kami jauh datang dari Perancis untuk mencicipi kuliner khas daerah Imogiri ini.
Setelah perut kenyang, kami kembali memacu si putih mungil Ayla kembali ke pusat kota.  Menyusuri jalan pinggiran kota yang minim penerangan. Ohya, jangan lupa cuci tangan hingga bersih, jangan sampai bau sate klathak membekas di dalam mobil terutama interior dan stir kemudi hehehe.
Tambahan, untuk menuju ke Warung Sate Klathak Pak Bari dapat di tempuh melalui Jalan Imogiri Timur, tepatnya Terminal Bus Giwangan kearah selatan sekitar 4.5 km.



No comments: